Opini: Cerita Sampah dan Kota Hujan

Jihan Kristal Yasmin
3 min readOct 7, 2023

--

image: doc pribadi

“Buanglah sampah pada tempatnya”

Kalimat yang sejak kecil sering kita dengar ini, adalah sebagai bentuk pengingat agar kita memiliki kebiasaan untuk membuang sampah selalu pada tempatnya. Mengapa? Karena tanpa disadari jika kita dan orang-orang sekitar kita itu sering sekali membuang sampah sembarangan dengan alasan klasik yaitu malas. Rasa malas yang dibiasakan ini tidak hanya akan berdampak pada diri kita dalam rentang waktu satu hingga dua tahun, melainkan hingga beratus-ratus tahun setelahnya. Anak cucu kitalah yang akan merasakan dampak buruk dari kebiasaan membuang sampah kita yang sembarangan ini. Alangkah mirisnya, bukan?

Lihatlah sekitar kita. Banyak sekali orang yang membuang sampah sembarangan tidak hanya di jalanan saja, tetapi di aliran sungai juga. Tidak sedikit pula, warga yang bertempat tinggal dekat aliran sungai pun sering membuang sampah rumah tangganya di sungai. Hal ini semakin memperkeruh keadaan yang belum selesai dengan bagaimana memilah sampah baik oraganik dan anorganik, mengelola sampah dengan metode 3R: Reduce — Reuse — Recycle, sekarang ditambah dengan kebiasaan membuang sampah pada aliran sungai yang akan menyebabkan tertimbunnya sampah di sungai hingga berdampak pada rusaknya ekosistem akuatik di sungai dan pencemaran air.

Dikutip dari artikel “Problematik Sampah Plastik di Kota Bogor” pada laman Radar Bogor, secara keseluruhan terkonfirmasi jumlah sampah yang dihasilkan di Kota Bogor mencapai 600 ton per hari. Sampah-sampah ini terdiri dari sampah organik dan anorganik, diantaranya yang paling banyak adalah sampah plastik. Baik sampah plastik dari rumah tangga, sekolah, maupun industri. Hal tersebut membuktikan jika sampah masih menjadi masalah yang cukup pelik untuk diatasi akibat kurangnya kepedulian masyarakat akan hal tersebut.

Begitu pula dengan kebiasaan warga Kota Bogor yang bertempat tinggal di kampung Bojong Neros dekat sungai Cipakancilan kelurahan Paledang Kota Bogor. Warga setempat terbiasa membuat sampah langsung ke sungai dengan dalih tidak disediakan tempat sampah oleh pihak RT mau pun RW setempat. Kebiasaan tersebut menyebabkan meningkatnya angka jumlah sampah di sungai Cipakancilan. Pada tahun 2019, dikutip dari Detik News, Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor berhasil mengangkut 305 ton sampah di sungai Cipakancilan. Hingga akhirnya, pihak RT RW dan lurah paledang bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor guna mengelola sampah-sampah rumah tangga di kampung Bojong Neros ini dengan menyediakan petugas kebersihan yang setiap hari mengangkut sampah warga.

Namun solusi ini tidak berjalan dengan baik. Masih banyak warga yang membuang sampah di sungai dengan alasan biaya iuran petugas terlalu mahal dan mereka enggan membayarnya. Jika kebiasaan ini dibiarkan maka masalah pencemaran air ini tidak akan ada ujungnya. Masyarakat tetap menjadi agen utama dalam pencegahan pencemaran air ini, jika masyarakat saja tidak memiliki kepedulian yang besar, lalu bagaimana nasib lingkungan tempat tinggal kita ke depannya?

Ada beberapa solusi yang mampu dilakukan oleh pihak pemerintah dan ketua RT mau pun RW, diantaranya dengan memberikan edukasi dan sosialiasi kepada masyarakat. Edukasi dan sosialisasi ini bersifat konstruktif dimana masyarakat belajar memahami bagaimana dampak dari membuang sampah pada sungai dengan membuat suatu simulasi sederhana dari proses pembuangan sampah di sungai hingga terjadinya banjir akibat dari pembuangan sampah tersebut. Media ini dapat berupa media konvesional yang dapat dibuat dengan bahan-bahan yang ada di sekitar maupun dengan media digital baik menggunakan video atau pun augmented reality dan virtual reality.

Selain itu, pihak karang taruna dan pemuda kampung dapat melakukan kegiatan kerja bakti dan gotong royong dengan seluruh warga untuk membersihkan wilayah daerah aliran sungai di sekitar kampung sekaligus dengan menumbuhkan kebiasaan menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Hal ini merupakan tindakan paling sederhana namun memiliki dampak yang besar jika dilakukan secara konsisten dan kontinu. Masyarakat akan memiliki kebiasaan yang baik dan merasa bahwa kebersihan lingkungan tersebut merupakan tanggungjawab bersama. Membuat pamflet dan memasang seruan untuk menjaga kebersihan kampung pun bisa menjadi sebuah pengingat warga, walaupun cara ini sering sekali dilakukan dan masih banyak warga yang tidak peduli, namun jika dibarengi dengan suatu tindakan dan kegiatan rutin makan hal ini memiliki dampak yang signifikan.

Solusi yang dipaparkan oleh saya diatas hanya sebagian kecil dari banyaknya solusi yang dapat dilakukan oleh kita semua untuk mengurangi kegiatan pembuangan sampah di daerah aliran sungai demi terciptanya sungai yang bersih dan lingkungan sehat. Selain itu dapat mengurangi terjadinya bencana banjir dan membuat ekosistem di dalam sungai tersebut tidak mati dan tercemar.

Bogor, 7 Oktober 2023

--

--

Jihan Kristal Yasmin

Department of Mathematics • Data enthusiast • Author • Research Assistant